Dalam menjalankan tugas guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja, dan hak-hak lainnya. Kualitas guru akan dicapai apabila dapat dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan oleh guru. Kebutuhan yang sangat mendasar adalah kebutuhan kompensasi. Nurjaman (2014: 179) berpendapat bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan prestasi kerja adalah dengan melalui pemberian kompensasi. Manusia bekerja untuk mendapatkan uang sebagai balas jasa guna mencukupi kebutuhannya, terutama kebutuhan pokok.

Di berbagai wilayah di Indonesia, masih banyak dijumpai guru-guru yang memiliki keterbatasan ekonomi. Relitas tersebut menunjukkan adanya ketidak seimbangan dari sistem pendidikan secara nasional untuk memberdayakan guru-guru di berbagai wilayah. Hal ini berbanding terbalik dengan tuntutan seorang guru yang begitu tinggi, harus mencetak generasi yang unggul secara intelektual, ekonomi, moral, dan sosial dalam kata lain menjadi peserta didik yang sempurna dalam hidupnya (Sya’bani, 2018:3). Ketika guru tidak dipedulikan kesejahteraannya dan kualitas hidupnya, maka bagaimana dengan tuntutan yang diemban guru dapat terwujud.

Jika dilihat dari kesejahteraan yang diterima oleh guru, bagi guru yang berstatus sebagai PNS dengan gaji yang rata-rata diatas UMR serta beberapa tunjangan yang diperoleh, mungkin kesejahteraannya sudah dapat dikatakan sesuai dengan tanggungjawab dan tuntutan yang diemban. Meskipun gaji yang diperoleh masih jauh dibawah rata-rata gaji guru di negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Namun yang lebih mirisnya dialami oleh guru yang berstatus sebagai guru tidak tetap atau dengan kata lain guru honorer.

Rapat Guru-guru PAUD

Banyaknya guru honorer terutama di dunia Pendidikan Anak Usia Dini menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah dalam memberikan kesejahteraan yang layak. Para guru honorer hanya mengandalkan gaji berdasarkan kemampuan sekolah yang diperoleh dari iuran yang dibebankan kepada orangtua (SPP) dan mengandalkan dari dana APBD pemerintah kabupaten yang terkadang penerimaannya tertunda beberapa bulan.

Permasalahan yang cukup kompleks dialami oleh para guru honorer. Baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Dengan gaji yang tidak mencukupi dan tuntutan yang berat menjadikan guru honorer menjerit. Di beberapa wilayah, guru honorer diperkerjakan penuh waktu namun gajinya sangat minim. Menurut Permendiknas No. 7 tahun 2006 gaji guru bantu adalah Rp.460.000 per bulan sebagaimana ditetapkan di lampiran I dan II Kepmendiknas No.034/U/2003. Melihat fakta di lapangan, gaji guru honorer sekitar Rp.12.000-Rp.20.000 per jam pelajaran, itu pun tidak dibayarkan berdasar waktu kerja selama 1 bulan, namun dalam 1 bulan hanya dihitung 1 minggu saja. Bahkan di beberapa kasus, selama 3 bulan gaji guru honorer tidak dibayarkan. Selain itu, menurut Darmaningtyas (2015) honor yang didapat guru honorer di Sekolah Dasar Negeri rata-rata dibawah Rp.5000 per jam per bulan. Selain itu, guru honorer juga inferior diantara orang dan juga guru yang sudah berstatus PNS. Pemberhentian tanpa pesangon juga dapat terjadi karena nasib guru honorer tergantung pada kebijaksanaan kepala sekolah. Dalam dunia Pendidikan Anak Usia Dini, gaji guru honorer berkisar antara Rp. 100.000 hingga Rp. 200.000 per bulan dengan intensitas mengajar 3-5 kali dalam sepekan. Kompensasi yang didapatkan tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Guru yang mendapatkan gaji lebih sedikit dari apa yang diharapkan, akan menjadikan mengajar sebagai pilihan keduanya. Pemberian kompensasi yang layak akan berpengaruh positif terhadap guru, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kompensasi menjadi tujuan utama untuk sebagian besar guru yang bekerja di dalam suatu lembaga pendidikan.

Rendahnya gaji guru honorer saat ini disebabkan oleh pengadaan gaji guru hanya dibiayai oleh pihak sekolah yang mempekerjakan. Sebab, guru honorer tidak terikat pada instansi manapun, melainkan diangkat oleh kepala sekolah tutur Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Biasanya pihak sekolah menggaji guru honorer menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Walaupun sebetulnya dana BOS tidak diperkenankan untuk menggaji guru honorer tersebut.

Di Indonesia setengah dari jumlah guru merupakan guru yang berstatus sebagai guru honorer, bahkan telah memiliki masa kerja selama lebih dari sepuluh tahun namun belum diangkat menjadi guru PNS. Selain perlunya pengangkatan guru honorer menjadi PNS, permasalahan ekonomi guru honorer juga perlu diperhatikan pemerintah. Dengan beban kerja yang tidak sesuai dengan pendapatan dan semangat pengabdian yang dijalani guru honorer, bahkan kewajiban yang hampir sama dengan guru PNS, rasanya tidak patut jasa guru honorer dibayar dengan gaji yang tidak mencukupi bahkan dapat dikatakan dibawah gaji buruh. Mengapa demikian, karena beban bagi seorang guru adalah mencerdaskan anak bangsa, apalagi tuntutan pengabdian guru di era globalisasi sekarang ini sangat besar. Kesenjangan antara gaji guru PNS dan honorer sebaiknya juga harus diperhatikan pemerintah, dengan beban kerja yang hampir sama namun gaji yang didapat sangat jauh berbeda.

Kehidupan sebagai guru honorer memang belum bisa dikatakan sejahtera dalam segi ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya guru honorer yang melakukan kerja sampingan supaya kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi. Kondisi yang sulit tersebut sejatinya tidak membuat guru honorer surut langkah karena mereka tetap bahagia dalam menjalani profesinya.

Tulusnya pengabdian guru seharusnya diseimbangkan dengan hasil dari pengabdian tersebut, namun dari zaman dahulu hingga sekarang masih banyak diantara guru yang kesejahteraannya tidak sesuai dengan amanah yang mereka terima untuk bangsa Indonesia. Perlunya keseimbangan antara kesejahteraan dan pengabdian guru dilakukan untuk memberikan motivasi yang kuat bagi para guru agar terus semangat dalam pengabdiannya. Setidaknya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk megatasi hal tersebut. Karena tuntutan yang terlalu tinggi terhadap guru, maka pemberdayaan terhadap guru juga perlu diperhatikan.

Lalu bagaimana sikap Pemerintah mengenai kesejahteraan Guru?

Berkenaan dengan status kesejahteraan guru, terdapat beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi jumlah guru honorer agar mendapatkan kesejahteraan yang layak. Menurut Syafruddin selaku Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) (Detik Finance, 28 Sep 2018) menjelaskan terdapat tiga skema bagi kejelasan status guru honorer. Pertama ialah dengan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Di tahun 2018 ini pemerintah membuka formasi 238.015 dimana 112.000 di antaranya untuk profesi guru. Namun untuk ini guru honorer maksimal berusia 35 tahun. Kedua, Bagi yang berusia diatas 35 tahun terdapat skema lain yakni pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). P3K sendiri sebenarnya lebih fleksibel, dimana guru yang berusia 20 tahun juga dapat mengikuti seleksi hingga yang berusia 2 tahun menjelang masa pensiun. Ketiga, jika kedua skema diatas tidak cukup, maka pemerintah akan mengembalikan guru honorer pada yang mempekerjakannya, baik pemerintah pusat maupun daerah. Dengan syarat, gaji mereka sesuai dengan upah minimum regional (UMR).

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan mengaku telah menyiapkan anggaran penyetaraan gaji tenaga honorer lewat skema P3K. Direktur penyusunan APBN mengatakan anggaran penyetaraan kesejahteraan tenaga honorer sudah tertuang dalam RAPBN tahun 2019. Namun terdapat beberapa aturan penyetaraan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang nantinya akan mengatur pengangkatan tenaga honorer lewat skema P3K. Menurut Ditjen Anggara Kunta Wibawa Dana Nugraha selaku Direktur penyusunan APBN (Detik Finance, 25 Sep 2018), anggaran dana penyetaraan tenaga honorer ini terpisah atau tidak masuk dalam alokasi kenaikan gaji bagi PNS dan gaji K-13 ditahun depan. Lebih lanjut Kunta mengatakan pada tahun 2019, pemerintah telah menganggarkan dana bagi gaji PNS sehingga gaji pokok PNS akan mengalami kenaikan sebanyak 5%.

Dalam mengatasi semakin melimpahnya guru honorer di Indonesia, yang berimbas pada banyak nya guru honorer yang jauh dari kata sejahtera, pemerintah sejak tahun 2007 telah melarang sekolah untuk merekrut guru honorer dan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48/2005 Jo PP No 43/2007, ungkap Muhadjir Effendy (CNN, 13 Sep 2018). Lebih lanjut, salah satu permasalahan yang dihadapi sedang diselesaika kemendikbud adalah persoalan guru honorer di sekolah negeri yang diangkat dengan hanya surat keputusan kepala sekolah.

Selain beberapa upaya diatas, dalam meningkatkan kesejahteraan guru serta mutu pendidikan pemerintah juga telah mempersiapkan program sertifikasi guru. Sehingga dapat meningkatkan mutu pembeajaran dan Pendidikan di tahan air secara berkesinambungan. Bentuk kesejahteraan guru adalah tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji dan diberikan apabila seorang guru telah memperoleh sertifikat pendidik.